Indonesian Contents

Sihun Lee (Ketua Soobak: Kelompok Solidaritas Palestina SNU)

Saat ini di Amerika Serikat, sedang terjadi kegilaan represif yang mirip dengan era McCarthyisme.

Petugas imigrasi berpakaian preman menculik para mahasiswa dan memaksa mereka masuk ke mobil tanpa tanda dan membawa mereka ke pusat penahanan.

Aktivis mahasiswa yang bersolidaritas dengan Palestina telah diculik, ditahan, dan visanya dicabut hanya karena berpartisipasi dalam demonstrasi solidaritas untuk Palestina, menulis artikel yang mengkritik Israel di surat kabar kampus mereka, atau bahkan karena alasan yang sepele seperti melanggar aturan lalu lintas.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, secara terang-terangan menyatakan bahwa ia akan “tanpa ampun mencabut visa mahasiswa internasional yang terlibat dalam aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan nasional AS.”

Pemerintahan Trump juga telah melabeli suara-suara solidaritas terhadap Palestina sebagai “anti-Semit,” dan mengancam setidaknya 60 universitas untuk “membungkam” suara-suara tersebut dan mendisiplinkan para aktivis solidaritas Palestina.

Semua ini terjadi di Amerika Serikat, yang disebut-sebut sebagai “tanah kebebasan.”

Namun di mana ada penindasan, di situ pula akan selalu ada perlawanan.

Di Universitas Columbia pusat dari aksi pendudukan tenda di kampus yang mengguncang AS tahun lalu — para mahasiswa kembali bergerak. Rabu lalu, lebih dari 100 mahasiswa Columbia menduduki perpustakaan universitas dan menuliskan di lantai, “Kami akan selalu kembali untuk Palestina.”

Semangat juang mahasiswa di universitas-universitas Amerika inilah yang menginspirasi ‘Soobak’ untuk memulai aksi duduk dengan tenda sebagai solidaritas untuk Palestina di Universitas Nasional Seoul musim semi lalu. Pada bulan April, kami mengadakan protes mendadak terhadap delegasi anggota kongres AS yang mengunjungi Universitas Nasional Seoul. Melalui protes tersebut, kami menunjukkan bahwa di mana pun AS berpijak, akan ada perlawanan.

Kepada mahasiswa di Amerika yang sedang dianiaya oleh pemerintahan Trump, saya ingin mengatakan: kalian tidak sendirian dunia berdiri bersama kalian.

Rakyat Korea, yang menggulingkan Yoon Suk-yeol karena upaya kudetanya, berdiri bersama kalian. Semoga gerakan solidaritas Palestina menyebar seperti api dan mengakhiri rezim Trump.

Yana—aktifis dari newyork sebagai dukungan terhadap gerakan mahasiswa untuk palestina

Merupakan suatu kehormatan untuk berdiri bersama kalian hari ini dalam aksi protes terhadap genosida yang sedang berlangsung di Gaza. Saya adalah seorang aktivis dan anggota dari kelompok Fakultas dan Staf untuk Keadilan bagi Palestina. Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan solidaritas saya kepada rakyat Korea Selatan yang telah menyuarakan dukungannya untuk Palestina dan semua orang yang tertindas di seluruh dunia.

Di Amerika Serikat, kami telah menyaksikan penindasan yang brutal terhadap gerakan Palestina—di jalanan, di sekolah, dan di kampus-kampus. Mahasiswa seperti Mahmoud Kahlil, Yunseo Chung, dan banyak lainnya telah menjadi sasaran dalam upaya sengaja untuk membungkam dan menakut-nakuti kami agar diam.

Itu karena mereka takut!

Saat ini, lebih dari sebelumnya, penting bagi kita untuk melawan dan menentang rezim-rezim fasis yang menindas dan mengancam hak asasi manusia kita. Gerakan Palestina telah berada di garis depan perjuangan global untuk pembebasan. Ketika kita hadir dalam solidaritas dan menyadari bahwa perjuangan kita saling terhubung, kita menjadi lebih kuat, lebih bersatu, dan lebih tangguh.

Saifeddin, seorang anak Mesir di Korea Selatan

Pesan untuk Seluruh Dunia 

Kalian tahu bahwa ribuan anak telah tewas atau terluka oleh serangan pesawat dan rudal musuh Zionis, dan ribuan lainnya masih terjebak di bawah reruntuhan. 

Tapi tahukah kalian bahwa lebih dari 40.000 anak yatim telah kehilangan kedua orang tuanya? kalian bahwa ribuan anak terancam mati karena kekurangan makanan? 

Bahkan, banyak yang sudah meninggal karena kelaparan, malnutrisi, dan penyebaran penyakit. Anak-anak di Gaza kini hanya tinggal tulang dan kulit banyak dari mereka yang semakin lemah, tubuh mereka kurus kering, tulang-tulang mereka tampak jelas menembus kulit.

Sejak awal tahun 2025, hampir 10.000 anak di Gaza dilaporkan mengalami malnutrisi akut yang parah. Ketidakadilan macam apa ini? Pembersihan etnis macam apa ini? Kelaparan macam apa ini?

Kita hidup di dunia yang kejam, dunia yang tidak mengenal belas kasih maupun kemanusiaan.

Anak-anak Gaza berharap untuk mati setiap saat, hanya agar terbebas dari penindasan dan kekejaman musuh yang sombong, musuh yang hanya menunjukkan kekuatannya terhadap anak-anak dan perempuan.

Negara-negara yang paling bersekongkol dengan musuh Zionis adalah negara-negara Arab yang berbatasan dengan Palestina, karena mereka menolak membuka perbatasan atau mengizinkan bantuan apa pun mencapai saudara-saudari kita di Palestina.

Anak-anak Palestina sedang berteriak, menyeru kepada semua orang—Muslim dan non-Muslim, Arab dan non-Arab, orang-orang yang punya hati nurani dan rasa kemanusiaan.

Apakah kami tidak berhak hidup dalam damai dan aman? apakah kami tidak berhak untuk makan dan minum? apakah kami tidak berhak bermain dan menikmati hidup seperti anak-anak lainnya?

Ataukah kami diciptakan hanya untuk dihina, ditindas, dikepung, dilaparkan, dan dibunuh?

Pernahkah kalian mendengar hal seperti ini terjadi di negara mana pun atau dalam sejarah.

malulah kalian semua buka perbatasan itu kalian para pengkhianat, selamatkan anak-anak palestina.

Zahaa(Untuk Solidaritas Palestina dan Kashmir)

Assalamu Alaikum,

dan salam damai untuk semua yang hadir di sini hari ini. Nama saya Zahaa.

Saya perempuan Pakistan-Irlandia.

keluarga saya berasal dari Kashmir 

sebuah tanah yang seperti Palestina,

telah lama hidup di bawah pendudukan militer. Saya tumbuh di Pakistan dan Irlandia, dua tempat yang dibentuk oleh sejarah perlawanan dan keteguhan.

Penjajahan tidak hanya mengambil tanah —

Namun mereka menghapus bahasa, memadamkan ingatan, dan mencuri masa depan.

Saya berdiri di sini sebagai seseorang

yang dibentuk oleh warisan perjuangan.

Dan saya menolak untuk diam

ketika orang lain terus disakiti.

Ketika kita bicara tentang Palestina, kita juga harus bicara tentang Kashmir. Tahun 1947 dan 1948.

dua wilayah dua bangsa, dihancurkan oleh keputusan kolonial yang dibuat tanpa persetujuan mereka.

Palestina mengalami Nakba —bencana pengusiran massal. Kashmir terjebak dalam pembagian dan pendudukan permanen.

Dua rakyat. Dua luka yang belum sembuh.

Hari ini, sejarah itu masih berlangsung.

Di Gaza Israel membom rumah sakit,

membuat warga sipil kelaparan.

Di Kashmir India mematikan internet,

memenjarakan jurnalis, meluncurkan rudal ke Pakistan mengklaim sedang “melawan terorisme.”

Padahal tidak ada bukti. Tidak ada serangan.

Hanya narasi palsu untuk membenarkan penindasan.

Di Kashmir, berbicara adalah kejahatan.

Hak-hak dasar dicabut. Mereka bilang sedang melawan terorisme padahal yang mereka lawan adalah kebebasan. Modi belajar dari Israel.

Dan dunia hanya menonton.

Tapi diam bukan damai. Netral bukan adil.

Kenyamanan bukan solidaritas.

Saya tumbuh dengan kisah perlawanan rakyat Irlandia orang-orang biasa yang menolak tunduk pada penjajah.

Dan sekarang saya katakan:

Penindasan bertahan karena kita patuh.

Tapi kebebasan dimulai saat kita berani menolak.

Maka, tolaklah. Boikot. Berdemo, Belajarlah.

Ganggu sistem mereka, Organisir. Ajak sesama Lawan. Kita tidak harus menjadi orang Palestina untuk membela Palestina.

Kita hanya perlu menjadi manusia.

Dan berani.

Dari Belfast ke Gaza dari Kashmir ke Khan Younis,dari Seoul ke Rafah ini satu perjuangan.

Kita tidak akan berhenti. Bebaskan Palestina!

Iqbal(Mahasiswa Indonesia)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudara sekalian, teman-teman yang berhati nurani, Hari ini, kita berdiri di sini bukan sekadar mengangkat suara, tetapi mengangkat nurani.

Kita berkumpul di sini bukan hanya karena kita peduli, tetapi karena kita tidak bisa tinggal diam!

Di Gaza, anak-anak kehilangan senyum mereka.

Ibu kehilangan anak, ayah kehilangan harapan, rumah kehilangan atap. Tetapi satu yang tidak mereka kehilangan:

MARTABAT DAN KETEGUHAN HATI!

ALLAAHU AKBAR! HASBUNALLAHU WA NI’MAL WAKIIL.. 

Jangan kita lupa, penderitaan ini bukan dimulai kemarin. Bukan dari 7 Oktober 2023. Sudah 77 tahun sejak Nakba, malapetaka 1948,

saat ratusan ribu rakyat Palestina terusir dari tanah air mereka. Sejak saat itu, luka itu tak pernah sembuh —

dan sampai hari ini, rakyat Palestina masih berjuang untuk tanah, rumah, dan hak mereka. 

Rekan-rekan..!! Masyarakat dunia..!!

LAA TA’TAADUU..!! Jangan sampai kalian, kita semua, merasa terbiasa!! Terbiasa melihat pembantaian yang terus-menerus terjadi

Sebagian kita mungkin sudah mulai terbiasa sehingga kemanusiaannya mengikis

Jangan sampai perhatian kita teralihkan hingga lupa Pembantaian masih berlanjut, genosida masih terus dilakukan Sudah lebih dari 55.000 jiwa syuhada

Hai kalian Zionis Israel:

Hentikan penjajahan, hentikan kekerasan, hentikan genosida atas rakyat Palestina! Camkan, tidak akan ada damai yang lahir dari kekejaman.

Sejarah sedang mencatat, dan dunia tak akan melupakan!! 

Saudara-saudari Palestina, kami melihat kalian, kami mendengar kalian, kami bersama kalian!

Kami berdiri bersama rakyat Palestina.

Doa kami untuk kalian, suara kami untuk kalian, solidaritas kami tak akan padam! Palestina tidak sendiri!

Rekan-rekan..!! Masyarakat dunia..!!

Mari kita bantu dengan doa, dengan dukungan nyata, dengan menyebarkan kebenaran.

Karena sejatinya,

umat manusia diuji bukan hanya dari keberpihakan, tetapi juga dari keberanian untuk bersuara. 

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

공유